Kisahberkaitan Rasul Allah terdahulu, seperti Nabi Adam as., Nabi Nuh as dan Nabi Musa as. juga mengandungi tokok tambah Israiliyat tertentu di dalamnya. Dalam kisah para Nabi, riwayat-riwayat Israiliyat ini kebiasaannya akan cuba menokok tambah perkara-perkara yang kononnya penting, seperti jenis pokok yang menjadi pohon larangan atau ArticlePDF Available AbstractThis article ecxplores about isrâiliyyât in Tafsîr al-Qur'ân al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholarsnarrations contained in this book belong to the most it still raises a dilemma in this book, when the discoveryof some the history that is included in isrâiliyyât. Isrâiliyyât story isentered in round without any selection into a book of commentary,will be able to damage the face and purity of the interpretation of thetafsir Koran. This is, because the stories contain superstition andfalsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, thenthey develop and distribute to the Muslims. In this book, there are atleast three categories isrâiliyyât, namely first, history isrâiliyyât whichhe put but also criticized and commented upon truth, second, storyisrâiliyyât he put but without justified and also blamed, and the third,the story isrâiliyyât the inclusion in round without comment fromhim. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 ISSN 1693-9867 Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. ISRÂILIYYÂT DALAM TAFSIR AL-QUR’ÂN AL-AZHÎM KARYA IBNU KATSIR Supriyanto Dosen Ulumul Qur‟an FEBI IAIN Surakarta Abstract This article ecxplores about isrâiliyyât in Tafsîr al-Qur'ân al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholars narrations contained in this book belong to the most valid. Nevertheless, it still raises a dilemma in this book, when the discovery of some the history that is included in isrâiliyyât. Isrâiliyyât story is entered in round without any selection into a book of commentary, will be able to damage the face and purity of the interpretation of the tafsir Koran. This is, because the stories contain superstition and falsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, then they develop and distribute to the Muslims. In this book, there are at least three categories isrâiliyyât, namely first, history isrâiliyyât which he put but also criticized and commented upon truth, second, story isrâiliyyât he put but without justified and also blamed, and the third, the story isrâiliyyât the inclusion in round without comment from him. Key words Tafsir, Riwayat, and Isrâiliyyât. A. Pendahuluan Tafsir al-Qur‟ân al-Adzîm atau lebih dikenal dengan tafsir Ibnu Katsir, merupakan salah satu kitab tafsir yang menggunakan metode periwayatan tafsîr bi al-maktsûr dalam menafsirkan al-Qur‟an. Menurut penilaian para ulama riwayat-riwayat yang Tafsir bi al-maktsûr adalah penafsiran ayat al-Qur‟an dengan ayat, ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat al-Qur‟an dengan ijtihad para sahabat dan tabi‟in. Muhammad Husein al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufasirûn, juz. I, Mesir Dar Kutub al-Haditsah, 1972, h. 152. ; Bandingkan dengan Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005, h. 375. Dalam hal ini, Ibnu Katsir menerapkan metode ini dengan menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, al-Qur‟an dengan sunnah, kemudian dengan pendapat para sahabat dan juga merujuk pada pendapat para tabi‟in serta ulama salaf yang sahih. Selengkapnya lihat; Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsîr al-Qurân al-Azhîm, jilid. I Beirut Dar al-Fikr, 1992, h. 8-10. 2 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 terdapat dalam kitab ini tergolong paling pada itu, al-Dzahabi juga memandang bahwa kitab ini sebagai tafsir bi-al-maktsûr yang paling baik. Namun demikian, masih memunculkan dilema tersendiri dalam kitab ini, ketika ditemukannya beberapa riwayat yang termasuk dalam isrâiliyyât,di mana riwayat ini menimbulkan citra yang negatif terhadap tafsir ini dikalangan ulama tafsir. Oleh karena itu, tulisan ini akan menampilkan beberapa kisah isrâiliyyât yang terdapat dalam kitab ini, serta menunjukan bagaimana komentar Ibnu Katsir terhadap kisah-kisah tersebut. Agar pembahasan dalam tulisan ini tidak terlalu luas maka penulis tidak akan menampilkan seluruh kisah isrâiliyyât yang terdapat dalam kitab tersebut. Dalam hal ini akan ditampilkan beberapa kisah saja guna menunjukan adanya riwayat isrâiliyyât dalam tafsir ini. B. Isrâiliyyât dalam Tafsir Ibnu Katsir Ibnu Katsir merupakan salah seorang ulama yang tidak diragukan lagi kelihaiannya dalam bidang hadis. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika ia sangat selektif dalam memasukan riwayat dalam tafsirnya. Adapun mengenai riwayat isrâiliyyât yang terdapat dalam tafsirnya tersebut sebagaima disebutkan dalam muqadimah tafsirnya dimaksudkan sebagai pengetahuan dan tidak membawa manfaat bagi agama Islam. Dalam hal ini, ia menyandarkan Lihat misalnya, Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulum al-Qur‟an Jakarta Rineka Cipta, 1992, h. 173, Muhammad Husien al-Dzahabi, Al-Isrâiliyyât fî al-Tafsîr wa al-Hadîts, Kairo Dar al-Hadis, h. 133. Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah, yakni bentuk kata yang dinisbahkan pada bani Israil, sedangkan Israil sendiri berasal dari bahasa Ibrani, Isra bararti hamba dan il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan, Lihat Farihanti Mulyani, Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an. Sedangkan secara istilah adalah kisah dan dongeng yang disusupkan dalam, tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi dan Nashrani. Farihanti Mulyani, Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an, Jurnal al-Banjari, Volume 5, No. 9, 2007, h. 2. Juga lihat; Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr, Kairo Maktabah al-Sunnah, 1408 H., Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, h. 129 Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi Dengan al-Qur‟an, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta Gema Insani Press, 1999, h. 497. Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 3 pendapatnya dalam penggunaan riwayat isrâiliyyât pada hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abdullah bin Amru, berikut ini “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat dan bicaralah apa saja tentang bani Israil tanpa ada larangan, dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka baginya tempat dineraka”Namapaknya atas dasar hadis inilah Ibnu Katsir memasukan riwayat isrâiliyyât dalam kitab tafsirnya. Walaupun demikian, ia tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah tanpa ada seleksi terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat pada sebagain besar riwayat isrâiliyyat yang terdapat dalam tafsirnya tidak luput dari komentar dan kritikannya. Selain itu, dalam tafsirnya juga terdapat beberapa riwayat isrâiliyyat yang tidak ia benarkan atau dustakan, dalam hal ini ia bersikap ini pun nampaknya ia sandarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al- Bukhari, berikut ini “Ahli kitab membaca kitab Taurat dengan mempergunakan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk dikonsumsi umat Islam. Mendengar hal itu, Nabi bersabda “janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang telah diturunkan kepada kedua hal tersebut di atas, ternyata dalam tafsir ini terdapat pula beberapa riwayat isrâiliyyat yang luput dari komentar dan kritikannya. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, Muhammad ibnu Isma‟il al-Bukhari, Shahîh Bukhârî, Jilid IV, Beirut Dar al-Fikr, t. th, h. 320 Penafsiran ini dapat dilihat dalam misalanya ketika menafsirkan ayat ke 60 dari surah al-Baqarah, tentang kisah Nabi Musa dengan Bani Israil. Muhammad ibnu Isma‟il al-Bukhari, Jilid IV, h. 270. Hal ini dapat dilihat, misalnya dalam menafsirkan surah al-Baqarah 258; Thahaa 20; al-Nisa 1. 4 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, menurut penulis, dalam tafsir ini terdapat tiga kategori isrâiliyyât, yaitu pertama, riwayat Isrâiliyyât yang ia cantumkan tapi juga dikritik dan dikomentarinya, kedua, kisah isrâiliyyât yang dicantumkannya tapi tidak dibenarkan dan juga disalahkannya dan yang ketiga, kisah isrâiliyyât yang luput dari penilaiannya, yaitu kisah tersebut termasuk dalam israiliyyât, namun ia tidak memberikan penjelasan bahwa itu adalah israiliyyât. C. Beberapa Kisah Isrâiliyyât dalam Tafsir Ibnu Katsir Di sini penulis akan menampilkan beberapa contoh riwayat isrâiliyyât yang terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir ini. Sebagaimana penjelasan di atas, terdapat tiga kategori dalam tafsir ini, berikut contoh dari kisah-kisah tersebut 1. Kisah Isrâiliyyât yang Dikritik dan Dikomentarinya Ibnu Katsir mencantumkan kisah ini ketika menafsirkan ayat 34 dari surah Shad, berikut ini “Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan dia tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit, kemudian ia bertaubat”. Yang dimakasud jasad pada ayat ini adalah setan, sebagai mana diriwayatkan Ibnu Abas yang berkata diceritakan ada seorang yang berkata pada Nabi Sulaiman bahwa di dasar laut terdapat setan yang bernama Syahr al-Maridhah. Nabi Sulaiman lalu mencarinya ke dasar laut dan di sisi laut tersebut ternyata ia menemukan sebuah sumber mata air yang memancar sekali dalam seminggu. Pancarannya sangat jauh dan sebagian berubah menjadi arak. Ia berkata “ sesungguhnya engkau arak adalah minuman yang sangat nikmat, hanya saja menyebabkan orang yang sabar menjadi musibah dan orang bodoh bertambah kebodohannya”. Nabi Sulaiman kemudian pergi, akan tetapi di tengah-tengah perjalanannya ia merasakan dahaga yang sangat dalam lalu ia kembali ke sumber mata air tersebut dan memiminumnya sehingga hilanglah kesadarannya. Lalu Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 5 datanglah setan menyerupai dirinya dan duduk di atas singgasana kerajannya. Di sini Ibnu Katsir berkomentar terhadap riwayat tersebut dan menyatakan riwayat ini palsu dan di buat-buat. Karena tidak mungkin seorang Nabi minum arak sehingga mabuk dan juga setan dapat menyerupai wajahnya dan duduk di singgasana kerajaannya. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa pada dasarnya isrâiliyyât ini berasal dari Ibnu Abas – jika itu benar-benar darinya - yang diperolehnya dari Ahlul Kitab, di mana sebagian dari mereka ada yang tidak mempercayai kenabian dari Nabi Sulaiman dan juga mendustakannya. Kisah ini jelas mungkar karena terdapat riwayat yang ganjil. Komentar semacam ini lah yang banyak ia lakukan pada kisah isrâiliyyât dalam kitab tafsirnya. Dapat juga dilihat contoh lainya, misalnya ketika menafsirkan surah al-Naml ayat 41-43, tentang kisah Ratu Saba, dan juga tentang Iblis pada ayat ke 50 dari surah Kisah Isrâiliyyât yang Tidak Dibenarkan dan juga Disalahkannya Kisah ini terdapat pada penafsiran surah al-Baqarah ayat 67, tentang Nabi Musa dan bani Israil, berikut ini penafsirannya “Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mencantumkan riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang berkata; bahwa ada seorang laki-laki bani Israil yang mandul, sedangkan ia mempunyai harta yang banyak sehingga anak saudaranya lah yang akan mewarisinya. Kemudian orang tersebut membunuh Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 1606. Ibid., h. 1608. Ibid., h. 1397-1398. Ibid., h. 1158. 6 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 anak ini pada malam hari dan meletakan mayatnya di depan pintu rumah salah seorang bani Israil. Ketika pagi hari tiba, maka pihak korban menuduh si pemilik rumah dan keluarganya lah yang melakukan pembunuhan tersebut sehingga merekapun mengangkat senjata dan saling menyerang. Ada salah seorang yang berfikiran bijak berkata; “Mengapa kalian saling membunuh padahal kalian mempunyai Rasul”. Maka mereka pun menemui Nabi Musa dan menceritakan kejadian tersebut. Lalu Musa berkata; “Sesungguhnya Allah menyerumu untuk menyembelih se ekor sapi betina. Mereka berkata; “Apakah engkau akan menjadikan kami bahan ejekan”. Musa menjawab; “Aku berlindung kepada Allah sekiranya aku termasuk orang yang bodoh”. Mengenai riwayat ini Ibnu Katsir bersikap tawaquf, ia menyatakan kisah ini dikutip dari buku-buku bani Israil. Kisah ini termasuk kisah yang boleh dikutip, namun tidak boleh dibenarkan atau didustakan. Oleh karena itu, kisah-kisah Isrâiliyyât tidak boleh dijadikan pegangan kecuali dalam hal-hal yang sejalan dengan kebenaran Kisah Isrâiliyyât yang Luput dari Penilaiannya Adapun kisah ini dapat dilihat ketika menafsirkan surah al- Nisa‟ ayat 1, sebagai berikut “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Ibnu Katsir memaknai kata nafs wahidah pada ayat di atas dengan “tulang rusuk Adam bagian kiri”. Ibid., h. 137. Ibid., h. 138 Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 7 Lebih lanjut, ia menjelaskan ketika Adam sedang tidur, diambilah tulang rusuk sebelah kirinya, kemudian waktu Adam bangun ia terkejut karena ada Hawa di sampinganya. Kisah ini nampaknya diperoleh Ibnu katsir dari cerita bani israil, karena tidak ada riwayat yang mendukung pernyataannya tersebut. Walaupun, dalam hal ini ia sandarkan pendapatnya ini pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, berikut ini “Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Rusuk yang paling bengkok adalah rusuk yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, niscaya ia akan patah. Jika kamu kamu ingin berbahagia dengannya berbahagialah, walaupun ia tetap bengkok”. Dalam hal ini, nampaknya Ibnu Katsir kurang cermat dalam mengabil riwayat sebagai dalil untuk memperkuat argumennya. Bila kita lihat teks hadis di atas, tidak ada kata yang menunjukan penciptaan Hawa dari “tulang rusuk Adam sebelah kiri yang diambil ketika ia tidur”, melainkan hanya dari tulang rusuk , dan disana juga tidak ada penyebutan secara ekspilit tentang Hawa ataupun Adam. Sementara itu, Bukhari sendiri tidak meletakan hadis ini pada bab penciptaan Adam dan keturunannya, tetapi ia cantumkannya pada bab nikah. Dari sini, dapat diperoleh pemahaman bahwa hadis tersebut nampaknya adalah sebuah pesan kepada seorang laki-laki yang hedak menikahi perempuan, janganlah berbuat kasar ataupun terlalu lembut kepada calon isterinya. Karena sifat perempuan itu bagaikan tulang rusuk, apabila dikerasi akan patah dan apabila didiamkan akan tetap bengkok. Jadi, kata pada hadis di atas bisa juga diartikan sebagai makna majasi bukan makna hakiki. Oleh karena itu, penafsiran Ibnu Katsir tersebut diduga kuat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran isrâiliyât. Pada kisah penciptaan Hawa di atas, tidak ada rujukannya yang jelas dalam Hadis atau pun al-Qur‟an. Dalam hal ini, Rasyhid Ridha menjelaskan bahwa kisah tersebut terdapat dalam Ibid., h. 553. Ibid., h. 424. Wensink, al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-Hadîs al-Nabawi, London Maktabah Baril, 1936, hlm. 408 8 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 perjanjian baru. Lebih lanjut ia menuturkan, seandainya tidak tercantum kisah ini dalam perjanjian baru niscaya pendapat ini tidak akan pernah ada. Senada dengan hal tersebut, Thabathaba`i dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat di atas menunjukan bahwa perempuan diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut tidak mendukung sedikit pun penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Dari sini dapat kita lihat adanya riwayat isrâiliyat yang luput dari pengetahuan beliau, walaupun beliau adalah seorang ahli hadis. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Selain kisah tersebut terdapat pula beberapa kisah yang luput dari penilainnya, diantaranya pada penafsiran tentang kisah Raja Babil dan Nabi Ibrahim pada surah al-Baqarah ayat 258, dan juga kisah tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular pada surah Thaha ayat Penutup Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kisah isrâiliyyât yang dimasukan secara bulat-bulat tanpa ada seleksi ke dalam kitab tafsir, akan dapat merusak wajah dan kemurnian tafsir al-Qur‟an. Hal ini dikarenakan kisah-kisah tersebut mengandung khurafat dan kebatilan yang berkembang di tengah-tengah bangsa Yahudi dan Nashrani, yang kemudian mereka kembangkan dan sebarkan kepada umat Islam. Tafsir al-Qur‟ân al-Azhiîm karya Ibnu Kastir ini merupakan salah satu kitab tafsir bi al-maktsûr yang terbaik, termasuk dalam pengunaan riwayat isrâiliyyât. Dalam hal ini, Ibnu katsir tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah, tapi melalui seleksi yang ketat terlebih dahulu. Beliau mencantumkan beberapa riwayat isrâiliyyât tetapi juga menunjukan kejanggalan kisah tersebut. Adapaun riwayat tersebut dicantumkan tidak lain hanya sebagai pengetahuan bukan sebagai dalil. Namun demikian, perlu diketahui juga dalam tafsir ini juga masih terdapat bebrapa Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Mannâr, Beirut Dâr al-Fikr, jilid IV, h. 324-326. Thabathaba`i, Al-Mîzân fî Tafsîr alQur‟an, Beirut al-„A`lami li al-Matbuât, 1983, Jilid IV, h. 136. Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 386-387. Ibid., h. 1220. Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 9 kisah isrâiliyyât yang luput dari penilaianya, sehingga diperlukan ketelitian dan kejelian ketika merujuk riwayat dalam kitab ini sebagai landasan dalam menafsirkan al-Qur‟an. BIBLIOGRAFI Agama Ri, Departemen. Al-Qur‟an Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996 . Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr. Kairo Maktabah al-Sunnah. 1988. Wensink. al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-Hadîs al-Nabawi. London Maktabah Baril. 1936. Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsîr . Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2001. Al-Bukhari, Muhammad ibnu Isma‟il. Shahîh Bukhârî. Beirut Dar al-Fikr. t. th. Al-Dimasyqi, al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir. Tafsîr al-Qurân al-Azhîm. Beirut Dar al-Fikr, 1992. Al-Dzahabi, Muhammad Husein. al-Tafsîr Wa al-Mufasirûn. Mesir Dar al-Kutub Haditsah. 1976. -, Muhammad Husien. Al-Isrâiliyyât fî al-Tafsîr wa al-Hadîts. Kairo Dar al-Hadis, Al-Farmawi, Abu al-Hayy. al-Bidayah Fî al-Tafsîr al-Maudhû`i. Kairo Dâr Kutub al-Arabiyah. 1976. Hadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qur‟an. Semarang Toha Putra Group. 1993. Masyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qur‟an. Jakarta Rineka Cipta. 1992. Mulyani, Farihanti. Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. 2007. Al-Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi Dengan al-Qur‟an, ter. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta Gema Insani Press. 1999. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsîr al-Mannâr. Beirut Dâr al-Fikr. Al-Suyuti. Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur‟an. Beirut Dar al-Fikr. 1991. Thabathaba`i. Al-Mîzân fî Tafsîr alQur‟an. Beirut al-„A`lami li al-Matbuat. 1983. Dâr al-Fikr, jilid IV, hRidha Muhammad RasyidMuhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Mannâr, Beirut Dâr al-Fikr, jilid IV, h. Pustaka PelajarNashruddin BaidanWawasan Baru Ilmu TafsîrBaidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsîr. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra GroupAhmad HadnaMusthofaHadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra Group. Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka CiptaKahar MasyhurMasyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka Cipta. isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-BanjariFarihanti MulyaniMulyani, Farihanti. Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. RiDepartemenAl-QurAgama Ri, Departemen. Al-Qur"an Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996. Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr. Kairo Maktabah al-Sunnah.
KisahHawa yang dicipta daripada tulang rusuk Adam juga termasuk Israiliyat. Setelah Nabi s.a.w wafat, maklumat tentang Israiliyat tersebar lebih luas tanpa penapisan. Apalagi keterangan-keterangan itu datang daripada para sahabat Nabi s.a.w yang dihormati seperti Ka'b al-Ahbar dan Abdullah bin Salam, dua orang bekas penganut agama Yahudi
Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa adalah salah satu cerita yang penting dalam tradisi agama Islam. Menurut Al-Qur'an dan hadis, Adam dan Hawa adalah pasangan pertama yang diciptakan Allah SWT. Layaknya hubungan pada umumnya, dalam kisah perjalanan mereka, juga terdapat momen yang menggugah hati saat mereka harus seperti apa kisah Nabi Adam yang terpisah dengan Hawa? Selengkapnya bisa kamu baca dalam artikel ini, ya! Keep Penyebab Nabi Adam dan Siti Hawa terpisah selama ratusan tahunIlustrasi waktu Benton Nabi Adam dan Siti Hawa sempat berpisah karena perbuatan mereka sendiri. Keduanya terhasut oleh tipu daya iblis yang berupaya menggoda keduanya agar memakan buah khuldi. Iblis melakukan hal tersebut dengan agar mereka dikeluarkan dari surga, sama seperti tindakan tersebut membuat Allah langsung menegur mereka. Allah memerintahkan mereka untuk keluar dari surga-Nya. قَالَ اهۡبِطُوۡا بَعۡضُكُمۡ لِبَـعۡضٍ عَدُوٌّ​ ۚ وَلَـكُمۡ فِى الۡاَرۡضِ مُسۡتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيۡنٍ‏ "Allah berfirman, 'Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan.'" QS Al-A'raf 724 Baca Juga Pengertian Suhuf dan Nabi-Nabi yang Menerimanya 2. Tidak diturunkan di bumi dalam satu tempat yang sama Ilustrasi bumi JamesonSaat diturunkan ke bumi, Adam dan Hawa tidak ditempatkan di satu lokasi yang sama. Konon, Nabi Adam diturunkan di puncak bukit Sri Pada, Sri Lanka. Berbeda dengan Hawa yang diturunkan di daerah terpisah, keduanya sama-sama harus menghadapi tantangan hidup sendiri di tempat yang sangat berbeda dengan kehidupan mereka di surga semula. Setiap hari, Adam dan Hawa saling mencari dan mendoakan agar mereka bisa dipertemukan dan bersatu kembali dengan tulus dan ikhlas kepada Allah. Mereka berharap agar Allah mendengar doa mereka dan mengabulkan keinginan mereka untuk bersama Lama Nabi Adam dan Siti Hawa terpisahIlustrasi waktu AheadSetelah terpisah selama ratusan tahun, Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan kembali di Jabal Rahmah. Mereka memulai kehidupan baru dengan tinggal di sebuah gua yang luas dan besar. Mereka diberkahi dua pasang anak kembar. Yang pertama diberi nama Qabil dan Iqlima serta yang kedua adalah Habil dan informasi, terdapat beragam pendapat yang menyebutkan mengenai lama waktu Nabi Adam dan Siti Hawa berpisah, mulai dari 200 tahun, 500 tahun, 300 tahun, atau bahkan ada yang menyebutkan 400 tahun. Tidak diketahui jelas mengenai durasi waktu perpisahan di antara keduanya. Hanya Allah yang mengetahui dengan kisah perjalanan hubungan antara Nabi Adam dan Siti Hawa. Semoga bisa memberikan inspirasi dan hikmah bagi kamu, ya!Penulis Natasya Yolanda Baca Juga Kisah Nu'aiman Sahabat Nabi, Lucunya Bikin Geleng-Geleng

BABKEEMPAT CONTOH-CONTOH ISRA'ILIYYAT 1. Kisah Harun dan Marut 2. Makhluk-makhluk Jelmaan 3. Pembinaan Ka'bah Baitullah al-Haram dan Hajar al-Aswad 4. Kisah at-Tabut 5. Kisah Nabi Daud AS membunuh Jalut 6. Kisah Para Nabi dan Umat Terdahulu 7. Kisah Diriwayatkan tentang Nabi Adam AS 8. Kisah Tubuh Badan al-Jabbarinyang Besar dan khurafat Uj bin Uq

Kisah-kisah Israiliyat? Saya pernah mendengar penafsiran kisah dari ayat Al-Qur’an bahwa Nabi Adam dan Ibu Hawa setelah melanggar perintah untuk mendekati pohon dengan memakan buah khuldi karena godaan syetan, terbukalah auratnya. Penafsirkan ayat ini adalah sebagai asal muasal pertama kalinya muncul jakun pada leher laki-laki dan “maaf” payudara pada wanita. Telah lama saya meyakini hal ini sebagai kisah Israiliyat. Tapi akhir-akhir ini istri saya cerita, di salah satu kuliah program pendidikan Islam pada universitas Islam negeri, dosennya memunculkan lagi kisah tersebut sebagai tafsir dari ayat itu. Ketika ditanyakan pada teman-temannya merekapun meyakini hal yang sama. Bagaimana penafsiran ayat tersebut sebenarnya? Agus Salim Jawaban Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Israiliyat adalah kisah-kisah atau kabar tentang masa lalu, baik kisah tentang para nabi atau pun orang-orang shalih lainnya. Dinisbatkan istilah ini kepada Bani Israil lantaran sumber kisah ini memang dari Bani Israil. Nama Israil sesungguhnya nama nabi Ya’qub alaihissalam. Beliau punya anak 12 orang, salah satunya nabi Yusuf alaihissalam. Ke-12 anak ini kemudian menurunkan sebuah bangsa yang di kemudian hari dikenal dengan istilah Bani Israil. Kisah israiliyat sebenarnya kisah yang bersumber dari literatur ahli kitab, yang kebanyakannya merupakan kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah memeluk agama itu. Beberapa di antara shahabat nabi SAW memang ada yang dahulu berasal dari agama itu. Misalnya, Ka’ab Al-Ahbar dan Wahab ibn Munabbih. Barangkali para shahabat yang masuk Islam itu tidak bermaksud menyampaikan cerita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama itu, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Ketika ada ayat Al-Quran menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberi komentar berdasarkan apa yang mereka baca di kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalau pun ada kebohongan dan dusta, bukan terletak pada shahabat itu, melainkan dusta itu sudah ada sejak lama dalam agama mereka sebelumnya. Mereka hanya mendapatkan imbas yang tidak enak dari agama lama mereka. Dan sebenarnya, pada titik inilah letak perbedaan Islam dan agama sebelumnya. Yaitu tidak adanya proses penshahihan sebagaimana yang kita kenal dalam sistem periwayatan hadits. Orang Yahudi tidak pernah mengenal kritik sanad, tidak kenal riwayat yang shahih, hasan, dhaif atau palsu. Semua bercampur aduk menjadi satu, tanpa seorang pun yang bisa membedakan mana kisah yang benar dan mana yang bohong. Namun Rasulullah SAW sendiri tetap bijaksana menyikapinya. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua kisah yang bersumber dari Yahudi pasti salah. Meski pun juga tidak bisa langsung membenarkannya. Beliau hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya. Sebagaimana sabda beliau إذا حدَّثكم أهل الكتاب فلا تصدقوهم ولا تكذبوهم Bila ahli kitab menceritakan kisah kepadamu, jangan kalian benarkan dan jangan pula kalian ingkari. Al-Hadits Ukuran yang Bisa Diterapkan Namun demikian, tetap masih ada beberapa ukuran atau pedoman yang bisa kita terapkan sebagai standar untuk menerima atau menolak kisah israiliyat. Yang utama adalah bila kisah itu bertentangan dengan kisah yang ada dalam Al-Quran atau hadits nabi SAW. Baik bertentangan dari alur cerita, logika maupun dasar-dasar aqidah. Sebab dari segi aqidah, agama kita relatif agak sama dengan agama mereka. Seperti tentang Allah, rasul, kitab dan hari akhir. Perbedaan yang mendasar ada pada masalah teknis ibadah ritual. Sementara masalah aqidah tetap sama. Karena kita bisa menjamin 100% kebenaran aqidah kita, maka bisa kita jadikan tolok ukur untuk menilai penyelewengan aqidah agama sebelum Islam. Bila dari segi aqidah Islam terlihat jelas pertentangannya, maka kita bisa pastikan bahwa kisah israiliyat itu bohong dan dusta serta tidak bisa diterima. Atau bila dari segi iman kepada nabi bahwa nabi itu adalah hamba yang taat, lalu kita terima kisah dari mereka menceritakan bahwa ada nabi yang mabok, berzina, stres dan lainnya, sudah bisa kita pastikan bahwa kisah dari mereka itu salah. Atau kalau ada nabi dikisahkan mati digantung hanya pakai celana kolor saja, jelas kisah itu sangat dusta. Apalagi Al-Quran sendiri menyatakan bahwa nabi itu tidak dibunuh, tidak disalib tetapi diangkat ke sisi Allah. Kisah Israiliyat dalam kitab tafsir Banyak orang yang salah dalam mengerti kitab tafsir, sehingga menuduh bahwa sumber cerita israiliyah itu berasal dari sana. Memang benar adanya kitab tafsir yang mencantumkan keterangan dari sumber-sumber ahli kitab itu sesungguhnya harus dipahami dengan cerdas. Yaitu sekedar menghimpun data, namun belum dibedakan mana yang benar dan mana yang mitos. Tergantung dari bagaimana sikap dan tujuan para mufassir ketika menyusunnya. Ada yang lebih menekankan pencatatan semua hal yang berkaitan, meski belum lagi dilakukan proses penelitian lebih jauh. Kitab seperti ini, sebenarnya lebih dikhususkan buat para ahli sejarah dan para peneliti. Tugas mereka akan lebih ringan, karena tidak perlu lagi mengumpulkan data, tinggal meneliti saja lalu memilah mana yang shahih dan mana yang tidak. Dan di sisi lain, ada sebagai ulama tafsir yang lebih maju dansudah sampai taraf itu. Sehingga semua materi yang ada di dalam kitabnya, sudah dikaji dan diteliti ulang. Sehingga dikeluarkan kisah-kisah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kitab-kitab tafsir seperti ini lebih memudahkan buat orang awam karena sudah siap santap. Wallahu a;lam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc. Dansampaikanlah berita dari Bani Israil dan tidak berdosa.Dan barang siapa yang berdusta atas namaku, maka tempat kembalinya adalah neraka". (HR. Imam Bukhari). Tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: 1). Berita yang diketahui sama dan sesuai dengan hadis Nabi SAW., seperti nama sahabat Nabi Musa As. yaitu Khadir. 2).

Apabila menyentuh tentang Israiliyat, ramai di kalangan kita yang masih belum faham sepenuhnya maknanya. Adakah ia berkaitan dengan nama orang ataupun sesebuah kaum yang pernah hidup di Tanah Arab? Hakikatnya istilah ini harus diladeni oleh setiap orang Islam kerana ini adalah satu istilah yang telah dimanipulasi oleh bangsa Yahudi sejak berpuluh-puluh tahun dengan misi untuk mengelirukan umat Islam. Kumpulan cerita yang dinisbahkan kepada bangsa Yahudi secara umum disebut sebagai Israiliyat. Namun dalam pembahasan mengenai tafsir al-Quran dan hadis Nabi SAW, kisah Israiliyat bukan sahaja dialamatkan kepada tradisi agama Yahudi, malah kepada agama Nasrani dan hikayat lain yang terangkum dalam tradisi Yahudi-Kristian. Israiliyat boleh berbentuk tulisan mahupun narasi yang ditemukan dalam kesusasteraan Islam, khususnya tafsir dan hadis. Israiliyat menjadi isu penting dalam Islam sejak meluasnya penafsiran dan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Quran dan hadis Nabi SAW. Al-Quran dan hadis merupakan dua sumber pengetahuan dan hukum Islam yang memerlukan pemahaman dan penafsiran. Sebahagian dari kisah Israiliyat dibenarkan dan diterima oleh kaum Muslim tetapi sebahagian lagi ditolak. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, para sahabat dapat terus bertanya kepada Nabi SAW mengenai penafsiran dan pemahaman ayat al-Quran serta hadis dan Nabi SAW dapat menjelaskan kepada mereka maksud dari al-Quran dan hadis itu. Sebahagian sahabat puas hati dengan penjelasan Nabi SAW, namun sebahagian lagi tidak khususnya ayat-ayat yang berkaitan dengan sejarah masa lalu. Untuk itu, mereka lalu menanyakan penjelasan lebih terperinci kepada sahabat-sahabat Nabi SAW yang sebelumnya beragama Yahudi dan Nasrani. Tidak semua penjelasan sahabat Nabi SAW yang bekas Yahudi dan Nasrani bersumber dari fakta sejarah yang tertulis dalam kitab suci kedua agama itu. Seringkali penjelasan mereka melibatkan unsur psikologi dan pengalaman peribadi mereka selaku bekas penganut tradisi Yahudi-Nasrani. Bahkan beberapa doktrin teologi Yahudi-Nasrani juga kerap kali masuk dalam penjelasan mereka ketika menafsirkan suatu ayat atau hadis. Umumnya, kisah-kisah nabi dan rasul dalam tradisi Islam dikemukakan dengan mengambil inspirasi dari tradisi Israiliyat, baik Yahudi mahupun Nasrani. Dalam al-Quran, kisah-kisah tersebut seringkali disampaikan dalam bentuk pesanan moral sahaja. Contohnya, kepercayaan mengenai turunnya Isa al-Masih sebagai al-Mahdi di kalangan Ahlu Sunnah wal Jamaah merupakan kepercayaan yang berasal dari Israiliyat. Mitos Hawa yang dibuat dari tulang rusuk Adam juga termasuk Israiliyat. Setelah Nabi SAW wafat, informasi tentang Israiliyat tersebar lebih luas tanpa penapisan. Apalagi keterangan-keterangan itu datang daripada para sahabat Nabi SAW yang dihormati seperti Ka’b al-Ahbar dan Abdullah bin Salam, dua bekas penganut agama Yahudi yang tinggal di Madinah. Pada masa generasi sesudah sahabat, Israiliyat mula mendapat perhatian serius kerana banyak riwayat yang tidak lagi hanya bersifat penafsiran sejarah tetapi sudah masuk persoalan akidah dan hukum. Para ahli hadis menjadi sangat selektif dalam menerima riwayat yang dianggap sebagai sabda Nabi SAW atau sahabat. Riwayat-riwayat Israiliyat paling banyak dtemui dalam kitab-kitab tafsir. Bahkan tidak ada satu kitab tafsir pun yang luput dari sentuhan Israiliyat. Tafsir-tafsir besar seperti Jami’ al-Bayan karya at-Tabari, Tafsir al-Quran al-Azim karya Ibnu Kasir dan Tafsir al-Alusi karya Syihabuddin al-Alusi adalah karya-karya tafsir berpengaruh yang banyak memuat riwayat Israiliyat. Bahkan Rasyid Rida, penafsir moden Mesir yang anti terhadap kisah Israiliyat, dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Manar, memuat banyak riwayat yang bersumber dari Israiliyat.

IbnuAbbas, Ibnu Mas'ud, dan beberapa sahabat Nabi lainnya berkata: "Dan Dia mengutuk ular itu, memotong kakinya, membuatnya berjalan di atas perutnya, dan membuat tanah sebagai rizkinya. Dia menjatuhkan Adam, Hawa, Iblis, dan ular itu ke bawah (bumi)." (PH) Bersambung ke: Kisah Tentang Adam (9): Tempat Dijatuhkannya Adam

Terdapat riwayat sebutkan ular terlaknat dan tidak masuk surga. Ilustrasi ular KAIRO— Berbagai kisah tentang Nabi Adam AS dan Hawa banyak berkembang di masyarakat. Terutama tentang bagaimana Nabi Adam diusir dari surga karena melanggar larangan Allah ﷻ setelah mendapat bisikan buruk dari iblis. Ada versi kisah yang menyebutkan bahwa iblis bisa masuk ke surga dan membisiki Adam karena bantuan dari hewan ular saat itu. Iblis dikisahkan bersembunyi di antara taring ular untuk bisa masuk ke surga dan menggoda Nabi Adam AS. Karena peristiwa ini, konon ular menjadi hewan terlaknat karena berkontribusi atas terusirnya Adam. Dalam sebuah hadits yang ternyata sangat lemah sanadnya, ular disebut sebagai hewan yang harus dibunuh karena menjadi salah satu makhluk penyebab terusirnya Adam. Dari semua kisah dan riwayat di atas, benarkah cerita dan nasib ular sebagai hewan terlaknat? Dilansir dari Elbalad, cerita di atas merupakan kisah Israiliyat atau berasal dari orang-orang Israel sejak dulu. Ada juga ahli kitab yang memberikan kisah dengan versi demikian dan Ibnu Abas juga tidak meriwayatkan hadits tersebut. Penasihat Fatwa Mesir, Dr Majdy Ashour juga mengatakan, narasi bahwa ular terlaknat dan menjadi hewan yang tidak masuk surga adalah tidak benar. Hewan-hewan memang akan hadir saat hari kebangkitan, tapi bukan untuk dihitung amal dan kesalahannya, melainkan untuk menjadi saksi atas dirinya jika pernah terzalimi selama di dunia Terkait kisah Nabi Adam AS, Allah SWT berfirman فَوَسْوَسَ لَهُمَا ٱلشَّيْطَٰنُ لِيُبْدِىَ لَهُمَا مَا وُۥرِىَ عَنْهُمَا مِن سَوْءَٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَىٰكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةِ إِلَّآ أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ ٱلْخَٰلِدِينَ Artinya “Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal dalam surga.” QS Al A’raf 20. Melalui penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada surat atau riwayat hadits yang menyebutkan tentang kisah ular yang terlaknat karena membantu iblis menggoda Nabi Adam AS. Semua narasi itu bersumber dari kisah Israiliyyat yang tidak ada bukti dalam ayat Alquran dan hadits Rasulullah ﷺ. Sumber

Kisahdalam Kamus Besar^bahasa^Indonesia (KBBI) mendefinisikan kisah sebagai cerita, kejadian, pada hidup seseorang yang terlampaui. Adapun kisah yang di maksud ialah kisah Isra‟iliyyat pada Nabi Ayyub.3 Nabi Ayyub adalah seorang yang kaya raya, ia memiliki banyak binatang ternak, kebun, anak-anak, dan lainnya. Kemudian Allah
Sudah pernah menceritakan kisah Nabi Adam untuk anak Anda, Parents? Yuk ceritakan kisahnya di bulan Ramadan ini. Kisah Nabi Adam as tercantum dalam Al-Qur’an, dia diciptakan sebagai manusia pertama untuk menjadi khalifah pemimpin di muka bumi. Sebelumnya, Allah SWT telah lebih dulu menciptakan Malaikat yang berasal dari cahaya, dan jin yang berasal dari api. Kemudian Allah SWT menciptakan manusia dari tanah, yang kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya, dan jadilah Adam. Setelah Adam tercipta, Allah SWT memberinya pengetahuan tentang alam semesta yang tidak diberikannya pada mahluk lain. Setelah itu, Dia menyuruh semua malaikat dan jin untuk bersujud pada Nabi Adam. Saat semua Malaikat menuruti perintah Allah SWT dan bersujud kepada Nabi Adam, jin menolak melakukan hal tersebut. Karena ia merasa dirinya lebih mulia dari Nabi Adam karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah. Allah SWT murka, jin yang menolak bersujud pada adam dikutuk untuk menjadi mahluk sesat bernama iblis. Iblispun bersumpah untuk menggoda Adam dan keturunannya agar melanggar perintah Allah SWT. Lalu Nabi Adam ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan, namun Nabi Adam merasa kesepian. Hingga kemudian Allah SWT pun menciptakan Siti Hawa untuk menemani Nabi Adam di surga. Nabi Adam dan Siti Hawa hidup bahagia di surga, semua yang ada di surga boleh mereka nikmati sepuasnya. Namun, ada satu larangan yang tak boleh dilanggar, yakni Adam dan Hawa tidak boleh mendekati pohon Khuldi ataupun memakan buahnya. Iblis yang merasa iri pada Adam, berusaha menggoda Adam dan Hawa untuk melanggar larangan tersebut. Awalnya, Nabi Adam dan Hawa teguh pada keimanan dan tidak mau terbujuk rayuan Iblis. Akan tetapi, Iblis tidak menyerah dan terus menggoda mereka untuk mencicipi buah khuldi. Hingga akhirnya Adam dan Hawa pun tergoda. Dan memakan buah larangan tersebut. Allah SWT pun marah karena Adam dan Hawa melanggar larangannya. Mereka berdua diusir dari surga dan diturunkan ke bumi. Di bumi inilah, Adam dan Hawa mulai membangun peradaban umat manusia. Mereka memiliki banyak anak yang kemudian berpencar ke seluruh dunia, hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda. Video kisah Nabi Adam untuk anak-anak Kisah Nabi Adam as dalam bentuk animasi ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk sarana belajar si kecil. Mendengarkan kisah Nabi Adam tentunya lebih menyenangkan bagi si kecil lewat video animasi seperti ini. Lagu tentang kisah Nabi Adam dan Hawa Berikut adalah lagu tentang kisah nabi Adam as. Yang bisa Anda nyanyikan bersama si kecil ketika menunggu waktu berbuka puasa tiba. Tips mengajarkan anak mencintai Al Qur’an dan kisah-kisah di dalamnya Dikutip dari laman Islamic University, terdapat beberapa tips agar anak bisa mencintai Al Quran. Berikut di antaranya anak-anak Anda sering mendengarkan Al-Qur’an. Mulai bahkan sebelum anak-anak Anda dilahirkan; saat Anda masih hamil Saat merawat rumah, memasak, atau sekadar bersantai, mainkan zikir sebanyak yang Anda bisa. Biarkan Al-Quran menenangkan bayi ketika mereka merasa cemas atau menangis. 2. Bagikan kisah indah Al-Qur’an. Terdapat beberapa kisah dalam Alquran, dan setiap kisah dilengkapi dengan pelajaran dan inspirasi. Anda dapat berbagi cerita ini dengan anak-anak Anda dengan membaca buku anak-anak atau dengan menonton video kartun Islami yang terkait dengan topik tersebut. Berbagi cerita dari Al-Quran membantu anak-anak memvisualisasikan Al-Quran sedikit lebih banyak dan meningkatkan pemahaman mereka. 3. Lakukan aktivitas dengan seluruh keluarga dan buat game yang sesuai berdasarkan fakta dari Al-Quran. Contohnya adalah melakukan kuis dan membentuk tim yang berbeda untuk bermain melawan satu sama lain dengan cara yang kompetitif namun penuh kasih. Kuisnya masih seputar isi Al Quran. Dorong mereka untuk membagikan apa yang telah mereka pelajari dari Al Quran dan menjadikannya sebagai tebak-tebakan dengan anggota keluarga yang lain. 4. Ketika pengetahuan anak-anak Anda tentang Al-Qur’an meningkat, izinkan mereka untuk membagi kepada Anda. Buat mereka cukup nyaman untuk mengoreksi Anda ketika Anda membuat kesalahan dalam pembacaan Al Quran. Parents, Semoga cara-cara di atas membuat anak-anak kita semakin cinta Al-Qur’an. *** Semoga bermanfaat. Baca juga Parenting Islami 3 Kewajiban Orang Tua dalam Mendidik Anak Sesuai Ajaran Islam Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
KisahIsrailiyyat- Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya mengandung ayat yang berkaiat dengan hukum saja, tetapi juga mengandung ayat yang bercerita tentang kisah nabi-nabi dan umat terdahulu. Namun, kisah yang ada dalam Al-Qur'an hanya disebut secara umum dan tidak mempunyai penjelasan yang terperinci. Berbeda dengan kisah-kisah yang tertulis pada kitab-kitab samawi yang lain seperti dalam Taurat dan Injil. Dalam dua kitab ini, kisah-kisah lampau dijelaskan secara
loading...Malaikat Jarut Marut adalah salah satu kisah israiliyat. Konon kisah ini adalah kisah israiliyat paling populer. Foto/Ilustrasi Ist Dalam Ilmu Al-Qur'an , dikenal istilah riwayat israiliyat . Pengertiannya yang paling sederhana, riwayat israiliyat adalah riwayat-riwayat yang bersumber dari para ahli kitab Yahudi atau Nasrani. Hanya saja, salah satu ulama pemerhati tafsir, Husein al-Dzahabi, memperluas cakupan sumbernya menjadi semua hal di luar Islam dan tidak hanya terbatas pada Yahudi atau Nasrani saja. Riwayat israiliyat dapat dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, sahih dan sesuai ajaran Islam. Tipe ini boleh diterima dan diriwayatkan. Kedua, tawaqquf. Dalam kajian israiliyat, ini berarti tidak ditemukan penjelasan/alasan untuk membenarkan atau menentang riwayat tersebut. Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang kebolehan periwayatannya. Kategori terakhir, adalah batil/bohong dan bertentangan dengan ajaran agama. Jenis ini tidak boleh dinukil kecuali dengan menyebut status riwayat tersebut. Baca Juga Sejak 70 MasehiKisah-kisah israiliyat seringkali digunakan untuk menjelaskan tentang suatu hal menyangkut sejarah masa lampau sebelum diutusnya Rasulullah. Banyak kitab-kitab Taurat yang juga menyelipkan kisah-kisah israiliyat dalam membahas suatu masalah tertentu. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI dalam "Kisah Para Nabi pra-Ibrahim dalam perspektif Al Quran dan Sains" menjelaskan kisah-kisah israiliyat menyebar tidak lepas berawal dari keingintahuan bangsa Arab untuk menggali informasi terutama tentang kisah-kisah dalam Al-Quran yang tidak merinci peristiwanya. Keingintahuan itu tersalurkan dengan menanyakan informasi yang dibutuhkan kepada ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani yang hidup di tengah-tengah bangsa antara bangsa Arab dengan ahlul kitab terutama orang-orang Yahudi sudah lama terjalin sejak 70 Masehi setelah para ahlul kitab melarikan diri dari kejaran dan penyiksaan penguasa Romawi, Titus. Selain itu, dalam perdagangan musim panas ke Syam dan musim dingin ke Yaman, bangsa Arab juga selalu berjumpa dan berkomunikasi dengan ahlul kitab yang tinggal di daerah tersebut. Dari situlah budaya dan pemikiran ahlul kitab diserap oleh bangsa dari ahlul kitab itu ada yang memeluk agama Islam misalnya saja seperti Abdullah bin Salam, Ka’b Al Ahbar dan lainnya yang mereka semua telah memiliki informasi-informasi beragam berkaitan tentang kisah-kisah israiliyat. Informasi itu kemudian dengan mudah diterima bangsa Arab karena dianggap hanya sekadar cerita masa lalu dan tidak terkait dengan persoalan hukum yang harus diverifikasi lebih jauh kesahihannya. Mulanya hanya sekadar memenuhi rasa ingin tahu. Berdasarkan riwayat itulah cerita-cerita israiliyat berkembang dan masuk ke dalam buku-buku tafsir. Hampir kebanyakan buku-buku tafsir klasik memuat kisah-kisah yang dikenal dengan istilah israiliyat. Baca Juga Dongeng Masa LaluIstilah israiliyat meski dinisbatkan kepada Israil, julukan bagi Nabi Yaqub dan merujuk kepada kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, tetapi dalam perkembanganya israiliyat lebih populer dikenal untuk kisah atau dongeng masa lalu yang masuk ke dalam tafsir dan hadis. Baik yang bersumber dari orang-orang Yahudi-Nasrani maupun lainnya. Cerita-cerita itu semakin berkembang dengan banyaknya orang yang berprofesi sebagai alqassasun pandai cerita yang selalu menonjolkan keanehan-keanehan dalam penyampaiannya agar menarik perhatian tidak semua israiliyat itu lemah atau palsu riwayatnya. Ada di antaranya yang sahih, seperti penjelasan Abdullah bin Salam tentang sifat-sifat Rasulullah yang termaktub dalam Taurat, dan dikutip dalam kitab-kitab tafsir. Demikian pula, tidak semua kisah israiliyat itu bertentangan dengan syariat Islam. Ada yang sejalan dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah dan ada pula yang tidak ditemukan penolakan dan pembenarannya dalam ajaran Islam al maskut anhu. Kisah-kisah tersebut ada yang terkait dengan akidah dan masalah hukum, ada pula yang tidak berhubungan sama sekali dengan keduanya, melainkan hanya berupa nasihat dan informasi peristiwa masa lalu. Baca Juga
.
  • sde4ojjikh.pages.dev/358
  • sde4ojjikh.pages.dev/30
  • sde4ojjikh.pages.dev/22
  • sde4ojjikh.pages.dev/56
  • sde4ojjikh.pages.dev/372
  • sde4ojjikh.pages.dev/33
  • sde4ojjikh.pages.dev/78
  • sde4ojjikh.pages.dev/189
  • sde4ojjikh.pages.dev/291
  • kisah israiliyat nabi adam